Pernah nggak, kamu sudah capek-capek menulis Karya Tulis Ilmiah (KTI), tapi setelah dicek dosen atau juri lomba, ternyata masih banyak revisi bahkan ditolak? Hal ini sebenarnya wajar, karena menulis KTI bukan sekadar menuangkan ide ke dalam tulisan, tapi ada aturan baku yang harus diikuti. Mulai dari abstrak, latar belakang, hingga daftar pustaka—semuanya punya format dan tujuan yang berbeda.
Sayangnya, banyak mahasiswa masih melakukan kesalahan yang sama. Ada yang menulis abstrak terlalu panjang, latar belakang terlalu umum, atau pembahasan hanya berisi deskripsi tanpa analisis. Akibatnya, nilai jadi tidak maksimal dan karya ilmiah sulit diapresiasi.
Agar hal itu tidak terulang, penting bagi kita untuk memahami kesalahan umum dalam setiap bagian KTI. Dengan begitu, kamu bisa lebih siap menulis karya ilmiah yang rapi, sistematis, dan berkualitas.
Mari kita mulai dari abstrak, yang ibarat kartu nama penelitian. Abstrak yang terlalu panjang, hanya berisi latar belakang, atau lupa mencantumkan kata kunci, dapat membuat pembaca kehilangan minat sejak awal. Idealnya, abstrak harus padat dan mengikuti alur singkat: tujuan, metode, hasil, dan kesimpulan, disertai dengan kata kunci yang tepat.
Masuk ke latar belakang, di sinilah kita harus "menjual" alasan mengapa penelitian ini layak dilakukan. Kesalahan umumnya adalah menggunakan teori yang bertele-tele tanpa data pendukung, atau gagal menunjukkan research gap—celah pengetahuan yang ingin kita isi. Solusinya, mulai dengan fakta umum yang menarik, tunjukkan dengan jelas apa yang belum diteliti, dan akhiri dengan posisi penelitian kita dalam mengisi celah tersebut.
Rumusan masalah adalah jiwa dari sebuah KTI karena menentukan arah penelitian yang akan dilakukan. Kesalahan yang sering muncul adalah membuat rumusan masalah yang terlalu luas, sehingga sulit dijawab dengan penelitian yang terbatas ruang lingkupnya. Rumusan masalah sebaiknya jelas, spesifik, dan dapat dijawab melalui metode penelitian yang dipilih. Dengan begitu, penelitian memiliki fokus yang tepat dan tidak melebar ke topik lain yang tidak relevan
Tujuan penelitian harus selaras dengan rumusan masalah, tetapi bukan sekadar mengulangnya dalam bentuk pernyataan. Tujuan sebaiknya ditulis menggunakan kata kerja operasional yang terukur, seperti menganalisis, menguji, membandingkan, atau mengidentifikasi. Hal ini membuat penelitian lebih mudah dievaluasi hasilnya. Setiap pertanyaan dalam rumusan masalah wajib memiliki padanan tujuan, sehingga penelitian menjadi konsisten, logis, dan terarah.
Bagian tinjauan pustaka sering kali hanya menjadi daftar teori yang ditumpuk tanpa analisis. Padahal, fungsi utamanya adalah untuk menunjukkan bahwa kita menguasai literatur dan mampu mensintesis berbagai pandangan. Hindari referensi yang sudah kedaluwarsa dan selalu lakukan parafrase untuk menghindari plagiarisme.
Metodologi penelitian harus ditulis seperti resep yang jelas—sangat detail sehingga orang lain dapat mengulang penelitian kita dengan tepat. Jelaskan populasi, sampel, teknik sampling, dan yang tak kalah penting, bagaimana instrumen penelitian diuji validitas dan reliabilitasnya. Gambarkan alur penelitian secara runut dari awal hingga akhir.
Di bagian hasil dan pembahasan, banyak penulis hanya menampilkan tabel dan grafik tanpa penjelasan memadai. Ingat, hasil hanya memaparkan data, sementara pembahasan adalah tempat kita "berbicara": menganalisis mengapa hasilnya demikian, mengaitkannya dengan teori, dan membandingkan dengan temuan penelitian sebelumnya. Argumentasi kitalah yang memberikan nilai tambah.
Kesimpulan sering disalahartikan sebagai ringkatan. Fungsinya yang sesungguhnya adalah memberikan jawaban final atas rumusan masalah yang diajukan. Hindari mengulang points pembahasan atau memasukkan informasi baru. Berikan interpretasi akhir yang kuat dan saran yang relevan berdasarkan temuan.
Terakhir, daftar pustaka mungkin terlihat sepele, tetapi kesalahan di sini dapat dianggap sebagai kecerobohan dan berujung pada tuduhan plagiarisme. Pastikan konsistensi gaya sitasi (seperti APA), gunakan tools seperti Mendeley atau Zotero, dan lakukan cross-check untuk memastikan semua sumber yang dikutip tercantum dengan lengkap dan benar.
Dengan memahami kesalahan-kesalahan kritis ini, kita bisa lebih percaya diri dan siap menulis KTI yang tidak hanya lolos dari revisi, tetapi juga berkualitas tinggi. Nah, bagian mana yang paling sering menjadi tantangan untukmu?


0 Komentar