Disusun oleh: Aqila Fadhia Haya
Erupsi Gunung Semeru yang terjadi pada 19 November 2025 kembali menggetarkan langit Jawa Timur. Seperti biasa, perhatian publik tertuju pada material panas, semburan abu, dan dampak langsung terhadap warga. Namun, di balik fenomena geologi ini, tersembunyi proses kimia raksasa yang bekerja sejak material letusan keluar dari perut bumi hingga berinteraksi dengan udara, air, dan tanah di permukaan. Abu yang menyelimuti rumah warga, udara yang tiba-tiba pekat, hingga tanah yang mengeras setelah hujan. Semuanya merupakan hasil dari rangkaian reaksi kimia yang terjadi secara alami. Dengan kata lain, Semeru bukan hanya sedang meletus, tetapi juga sedang melakukan “eksperimen kimia” besar yang memengaruhi lingkungan sekitarnya.
1. Abu Vulkanik: Lebih dari Sekedar Debu
Abu vulkanik adalah partikel halus hasil penghancuran batuan magma yang terlempar ke udara saat letusan. Berbeda dari debu rumah tangga, abu vulkanik memiliki struktur kristal dan komposisi kimia yang kompleks.
Komposisi Utama Abu Vulkanik, mengandung:
a. Silika (SiO₂) – komponen terbesar; menentukan kekentalan magma dan sifat kaca vulkanik.
b. Alumina (Al₂O₃) – memengaruhi sifat mineral di dalam abu.
c. Oksida besi (Fe₂O₃) – memberi warna gelap dan memengaruhi reaktivitas mineral.
d. Oksida alkali (K₂O & Na₂O) – sangat reaktif terhadap air.
e. Oksida alkali tanah (CaO & MgO) – bahan penyebab perubahan pH.
Mengapa Abu Sangat Berbahaya dan Reaktif?
Abu bersifat amorf (setengah kristalin), sehingga:
a. Reaksi kimianya lebih cepat dibanding batuan padat.
b. Partikel kecilnya memiliki luas permukaan besar, sehingga mempercepat interaksi.
Akibatnya, saat abu bersentuhan dengan air, air tanah, atau air hujan, terjadi perubahan kimia dalam waktu singkat.
2. Reaksi Oksida Menjadi Hidroksida: “Semen Alami”
Saat hujan turun setelah letusan, kita sering melihat tanah menjadi keras, licin, bahkan berlapis seperti semen. Ini bukan kebetulan, tetapi akibat langsung dari reaksi kimia antara oksida di dalam abu dan air. Reaksi Kimia Penting:
a. CaO (kalsium oksida) + air → Ca(OH)₂ (kalsium hidroksida)
Sangat eksotermik, dapat menyebabkan tanah terasa panas saat terkena air pertama kali.
b. MgO (magnesium oksida) + air → Mg(OH)₂ (magnesium hidroksida)
Membentuk struktur padat yang memperkuat lapisan tanah.
c. Na₂O & K₂O → NaOH & KOH
Menghasilkan basa kuat yang dapat meningkatkan pH air sungai secara drastis.
Dampak Lingkungan
a. Tanah mengeras seperti tersiram semen karena terbentuk hidroksida yang bersifat pengikat.
b. Kualitas air berubah:
- pH naik → air bisa menjadi basa (pH > 8)
- Ikan sensitif dapat mati
- Kulit manusia dapat teriritasi
c. Bahaya bagi masyarakat saat hujan pertama karena tanah menjadi licin dan mudah longsor.
3. Sifat Pozzolan: Mengapa Abu Bisa Jadi Bahan Bangunan
Salah satu sifat paling menarik dari abu vulkanik adalah pozzolanik, artinya abu dapat berfungsi layaknya bahan penyemen.
Apa itu Sifat Pozzolan?
Sifat pozzolan memungkinkan abu:
a. Bereaksi dengan Ca(OH)₂,
b. Membentuk senyawa silikat dan aluminat,
c. Menghasilkan ikatan kuat seperti beton.
Proses Pozzolan Secara Kimia
a. Silika (SiO₂) dalam abu bertemu dengan Ca(OH)₂.
b. Terbentuk Calcium Silicate Hydrate (C–S–H).
c. Senyawa C–S–H inilah yang menjadi komponen utama semen pengikat.
Dampaknya
a. Abu dapat dimanfaatkan untuk membuat batako atau campuran beton.
b. Pada area terdampak erupsi, kita sering melihat tanah mengeras alami, ini adalah efek pozzolanik yang berjalan tanpa bantuan manusia.
4. Gas Vulkanik dan Reaksi Atmosfer: Pabrik Asam di Langit
Letusan gunung tidak hanya membawa material padat, tetapi juga gas berbahaya. Gas-gas ini menjadi “reagen kimia” yang bereaksi di atmosfer.
Gas Utama yang Dilepaskan:
a. SO₂ (Sulfur dioksida)
b. H₂S (Hidrogen sulfida)
c. NO₂ (Nitrogen dioksida)
d. CO₂ (Karbon dioksida) – meski relatif tidak berbahaya, dapat menyumbang pemanasan lokal.
Pembentukan Hujan Asam
Saat gas ini bereaksi dengan uap air:
a. SO₂ → H₂SO₄
b. NO₂ → HNO₃
Terbentuklah asam sulfat dan asam nitrat, yang berkontribusi pada hujan asam.
Dampak Lingkungan
a. Daun tanaman terbakar oleh keasaman tinggi.
b. Peralatan logam mengalami korosi.
c. Kualitas udara menurun → iritasi mata, tenggorokan, sesak napas.
d. Partikel sulfat terbentuk → mempengaruhi visibilitas (kabut asap vulkanik).
5. Pelapukan Kimia: Sumber Kesuburan Tanah Vulkanik
Meskipun awalnya merusak, abu vulkanik pada jangka panjang menjadi pupuk alami.
Mengapa Abu Menyuburkan?
Proses pelapukan kimia memecah mineral abu dan melepaskan unsur hara:
a. Kalium (K) – penting untuk pertumbuhan daun dan bunga.
b. Magnesium (Mg) – komponen inti klorofil.
c. Kalsium (Ca) – memperbaiki struktur tanah.
d. Fosfor (P) – menyokong pertumbuhan akar.
Proses Pelapukan
a. Air hujan & CO₂ membentuk karbonat yang melarutkan mineral.
b. Reaksi pelarutan melepaskan ion-ion hara.
c. Ion ini diserap tanaman → tanah menjadi subur.
Inilah alasan wilayah seperti Lumajang dan Malang memiliki tanah pertanian yang produktif.
6. Mineralogi Magma: Penentu Kekhasan Letusan
Karakter letusan sangat dipengaruhi komposisi mineral di dalam magmanya. Mineral Utama dalam Magma, yaitu:
a. Plagioklas (kaya Na-Ca) → mengontrol kekentalan magma.
b. Piroksin → memberi warna gelap dan meningkatkan suhu lelehan.
c. Hornblende → mengandung air; saat meledak, melepaskan uap yang meningkatkan eksplosivitas.
d. Titano-magnetite → mengontrol sifat magnetik dan oksidasi magma.
Mengapa Mineral Ini Penting?
a. Semakin banyak silika → magma semakin kental → gas terjebak → letusan lebih eksplosif.
b. Kehadiran mineral berair (hornblende) meningkatkan tekanan internal.
c. Kombinasi mineral membuat letusan cenderung bertahap, bukan satu kali ledakan besar.
Erupsi Gunung Semeru bukan hanya fenomena geologi visual yang memukau, tetapi juga fenomena kimia yang sangat dinamis. Setiap partikel abu, setiap gas yang terlepas, dan setiap tetes hujan yang jatuh ke permukaan membawa reaksi kimia yang mengubah wajah lingkungan. Dari pembentukan hidroksida dan proses pozzolanik hingga pelapukan kimia yang menyuburkan tanah, Semeru menunjukkan bahwa alam sejatinya adalah laboratorium kimia yang bekerja tanpa henti. Melalui pemahaman kimia ini, kita tidak hanya melihat erupsi sebagai bencana, tetapi juga sebagai proses ilmiah luar biasa yang turut membentuk kesuburan dan keanekaragaman lanskap Indonesia.
Referensi:
Amal, A. (2024). PEMANFAATAN ABU VULKANIK SEBAGAI FILLER PADA KONSTRUKSI BETON DAN PEMBUATAN BATAKO UNTUK PENGOLAHAN MINERAL ALAM. Journal of Sustainable Civil Engineering Vol, 6(02).


0 Komentar